Sahabat salah satu nikmat syukur terbesar adalah dilahirkannya kita sebagai muslim. Menjadi seorang muslim membimbing kita pada lezatnya nikmat Iman. Jika kita membaca literatur sejarah bagaimana luar biasanya para nabi, sahabat, dan orang-orang shalih yang tegar menghadapi badai cobaan, maka satu keyakinan yang tak pernah luput adalah pertolongan Allah itu dekat. Kita membaca kisah diujinya Nabi Ibrahim untuk meninggalkan keluarganya di sebuah padang tandus tak ada air dan kehidupan. Tatkala hendak ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim sang istripun bertanya “apakah ini perintah Allah ?” , Nabi Ibrahim menjawab “Ya ini perintah Allah”, maka sang istri meyakini jika ini perintah Allah maka Allah pula yang akan menjaminkan keselamatan mereka. MasyaAllah. Bayangkan sahabat jika kita tinggalkan pasangan yang kita cintai disebuah padang tandus apalagi bersama seorang anak yang teramat masih kecil, namun keyakinan terhadap Allah cukup menjadi jaminan keselamatan mereka. Inilah kekuatan iman yang memberikan spirit hidup seorang mukmin dalam kondisi apapun. Spirit hidup yang tidak dimiliki oleh mereka yang tidak meyakini Allah sebagai Tuhan yang Maha Kuasa. Kelak padang tandus itu yang menjadi pusat peradaban ummat yakni mekkah.
Apakah kisah lezatnya
nikmat iman hanya dimiliki oleh mereka para nabi ? ternyata tidak, kita juga
melihat bagaimana kisah seorang ulama Buya Hamka, ulama kharismatik dan juga
seorang pahlawan. Atas tuduhan fitnah PKI ia dijebloskan ke penjara oleh rezim
Sukarno karna hendak di fitnah melakukan aksi pembunuhan. Setelah dua tahun
mendekam dalam penjara, Sukarno yang telah menjebloskannya ke penjara hendak
merasa bersalah dan menyaratkan agar jenazahnya ketika ia meninggal di imami
oleh Buya Hamka. Apakah Buya dendam ? tidak sama sekali, ia penuhi permintaan
itu dengan kebesaran jiwanya. Ketika semua orang bertanya, “Buya, bukankah presiden sukarno yang telah membuat anda mendekam di
penjara ? ya benar, tapi justru itu menjadi anugrah terbesar dalam hidup saya,
karna waktu dua tahun di penjara memberikan kesempatan saya untuk menuntaskan
tafsir Al Azhar”. MasyaAllah terharulah
kita mendengar jawaban Buya. Terlalu banyak kisah mereka yang telah tercelupkan
dalam nikmat Iman begitu hebat dan kuat menghadapi realitas kehidupan bagi
banyak orang teramat pahit, namun sangat manis di rasakan oleh mereka.
Guru saya menyampaikan
bahwa nikmatnya iman akan dicitrakan dengan optimisme hidup, ketenangan lahir
dan batin, serta keberanian. Dan ini adalah puncak dari kebahagiaan hidup
seorang mukmin. Perjuangan mencapai titik kebahagiaan itu butuh proses yang
panjang, kejujuran hati, lisan dan perbuatan yang konsisten, semoga Allah
memberikan kita nikmat iman.
Komentar
Posting Komentar