Tulisan ini aku persembahkan terkhusus diriku pribadi agar aku mengingat
hikmah ini untuk terus melekat dalam diri. Tulisan ini aku hasilkan dari proses
pembelajaran hidup yang aku alami. Terkadang sebagai seorang manusia, secara
rasional kita selalu memikirkan apa yang kita lakukan harus dibayar kontan,
beberapa dari kita nilainya di samakan dengan materi yang harus seimbal. Contoh
sederhana pada pekerjaan yang kita lakukan. Ini mengapa barangkali kita sering
tidak sabar menghadapi proses kehidupan yang rasanya tidak adil menilai
penghargaan apa yang telah kita lakukan. Padahal teman-teman jika kita
bermuhasabah dan merenungkan pantaskah Allah yang Maha Adil menyia-nyiakan
setiap perbuatan baik yang kita lakukan ? . Kembali bab ini adalah soal
perspektif penilaian kita memandang proses dan balasan perbuatan. Jika
pemikiran kita terpatri bahwa satu-satunya hal yang pantas kita peroleh dari
hasil kerja keras kita adalah materi maka yakinlah bahwa selamanya barangkali
kita tidak akan pernah mendapat kepuasan abadi atau bahkan kekecewaan yang
sering kita alami. Karna pada saat itu kita sedang mengharap pada seorang
manusia, yang sifat alamiah manusia bukanlah seorang yang sempurna yang mampu
memahami apa yang kita lakukan, penilaian yang menurut mereka adil ternyata
tidak adil di mata kita. Kembali hal ini butuh kita refleksikan bahwa segala
apapun yang kita lakukan pastikan bahwa Allah satu-satunya yang kita harapkan
balasan-Nya.
Allah memiliki sifat yang
Maha Adil, keyakinan ini yang perlu kita patrikan dalam diri. Bahwa segala
perbuatan dalam aktifitas belajar kita, menghafal qur’an, belajar, apapun itu
hal positif yang baik bahwa Allah pasti memberikan keadilan atas apa yang kita
lakukan. Bukankah Allah telah menegaskan dalam firman-Nya bahwa sebesar biji
sawi pun pasti Allah berikan balasan terbaik, bahkan kita memahami balasan mana
yang lebih baik kalau bukan balasan dari dzat yang Maha Menciptakan alam
semesta, pastilah itu balasan terbaik. Ini salah satu kekuatan tauhid, yang
membuat kita menjadi manusia produktif, aku dulu merasakannya saat proses
menghafal qur’an dan kini aku juga rasakan saat aku sudah masuk dunia
pekerjaan. Dahulu saat menghafal Qur’an sering sekali kita ingin terburu-buru
memasukan ayat-ayat itu dalam ingatan kita, mengejar setoran hafalan, bahkan
seringkali akhirnya kita terbebani dengan target yang sering tidak tercapai.
Lalu kita mengeluh mengapa ini terjadi pada kita, padahal jika saja aku melihat
hakikat prosesnya, bahwa yang ku lakukan saat proses menghafal qur’an adalah
amal-amal yang luar biasa besar kebaikannya. Kita lupakan hal itu, kita lupa
akan setiap proses yang pasti Allah berikan balasan terbaik-Nya. Hal demikian
juga berlaku saat aku bekerja, banyak di antara teman sekantor yang resah akan
timbangan materi yang rasanya tidak cukup dan tidak adil dalam kapasitas
pekerjaan. Jika kita berbicara dalam konteks individual prinsip yang harus kita
yakini bahwa tidak mungkin lelah kita dalam pekerjaan tidak Allah balas dengan
balasan yang adil. Ini prinsip penting agar proses pekerjaan yang kita lakukan
nilainya Ikhlas dan Ibadah. Bicara soal bentuk balasan Allah, aku dulu pernah
mendapat nasihat dari guruku, bahwa yang harus kita ingat bahwa Allah memiliki
rahmat yang sangat luas, jadi mungkin kita tidak pernah tahu persis bagaimana
cara Allah menegaskan sifat keadilan-Nya atau mudahnya dalam bentuk apa
balasan-Nya, namun yang perlu kita pahami pastilah Allah balas, bisa dengan
nikmat kesehatan, rezeki yang darang dari aarah tidak di sangka-sangka, atau
balasan yang Allah nantikan di Syurga.
Alhamdulillah, sedikit hikmah yang aku dapatkan dari proses
pembelajaran hidup, nilai kekuatan iman kita kepada Allah memang sangat
dahsyat, semoga Allah terus membimbing kita untuk belajar baik dari guru
kehidupan, guru agama, ataupun guru alam sekitar kita.
Komentar
Posting Komentar