![]() |
sumber gambar: https://news.act.id |
Pada 14 Abad silam, masyarakat
madinah mengeluhkan kesulitan kepada Nabi Muhammad SAW ketika terjadi masa
kekeringan. Saat masa kekeringan tersebut satu-satunya sumur yang tersisa
adalah sumur milik Yahudi. Sayangnya, eksploitasi sumur oleh yahudi menaruh
angka penjualan air dengan sangat tinggi. Hal tersebut begitu mencekik dan meresahkan
masyarakat. Prihatin dengan kondisi tersebut Rasulullahpun bersabda “Wahai Sahabatku, siapa saja di antara
kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu
menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surga-Nya Allah Ta’ala,”
demikian hadis riwayat (HR. Muslim). Sabda Rasulullah langsung ditanggapi sahabat
Utsman bin Affan R.a, beliau bertekad membeli sumur tersebut dari Yahudi
pemilik sumur. Singkat cerita negosiasi terjadi antara Sahabat Utsman dan
Yahudi pemilik sumur tersebut. Alhamdulillah, Sahabat Utsman berhasil membeli
sumur tersebut dengan setengah kepemilikan. Sahabat Utsman bersepakat dengan
warga yahudi tersebut bahwa penguasaan dilakukan bergantian hari. Sahabat
Utsmanpun langsung menyerukan kepada Penduduk Madinah untuk memanfaatkan air
sumurnya secara gratis sekaligus menghimbau memanfaatkanya untuk masa keperluan
dua hari, karna hari esoknya sumur telah dimiliki oleh warga Yahudi tersebut.
Strategi tersebut walhasil memberikan kerugian bagi warga Yahudi pemilik sumur
tersebut dan pada akhirnya ia menjual setengah kepemilikan sumur tersebut
kepada Utsman bin Affan r.a. Sahabat Utsman pun langsung mewakafkan sumur
tersebut untuk dimanfaatkan keperluan penduduk Madinah.
Prilaku Kapitalis dalam
Kisah Sahabat Utsman
Pembelajaran pertama dari kisah
sahabat Utsman adalah memahami pola prilaku kapitalis yang sekarang telah
menghegemoni sistem perekonomian dunia. Berbicara kapitalis maka kita bicara
individu atau subjek dari produk Sistem Ekonomi Kapitalisme. Produk individu
dari sistem tersebut tergambar dari kisah sahabat Utsman bin Affan dengan
prilaku self intrest, penumpukan
modal atau kekayaan dan eksploitasi sumber daya alam. Self Intrest atau kepentingan individu adalah bagian dari corak
kapitalism yang dihalalkan. Catatan Kapitalisme
membenarkan prilaku tersebut sebagai bagian optimalisasi produksi dan
faktor motivasi. Ketika prilaku tersebut justru dibatasi maka hasilnya adalah
jurang kelangkaan, karna menghalangi faktor motivasi yang memacu produktivitas
produksi. Lebih jelasnya self intrest
melihat sesuatu atas kepentingan diri untuk mengambil keuntungan
sebanyak-banyaknya (penumpukan modal/kekayaan). Kisah sahabat Utsman dengan
Yahudi sebagai pemilik sumur memberikan gambaran lebih jelas atas ciri-ciri
tersebut.
Prilaku Islamic Man Pada Kisah Utsman sebagai
Solusi Hegemoni Kapitalisme
Berbalik
dengan individu produk kapitalisme yang mengutamakan kebebasan individu dengan
orientasi kepentingan diri (self Intrest).
Islamic Man adalah pribadi yang
dicirikan sahabat Utsman bin Affan. Dimana orientasi ekonomi adalah
kemaslahatan orang banyak. Jika kita mengambil pelajaran maka prilaku Utsman
bin Affan tertuang dengan kata kunci berikut ; Maslahah oriented dan Pemerataan
Distribusi Kekayaan. Begitulah cara sistem ekonomi Islam memproduksi
Individunya dalam aktivitas ekonomi. Ketika suatu individu memiliki orientasi
kemaslahatan maka pertimbangan atas berbagai aktivitas ekonominya didasarkan
pada kepentingan individu dan kepentingan masyarakat luas. Sebagai contoh dalam
kisah kesulitan air tersebut, pada saat itu pertimbangan terbaik adalah
memberikan air dengan harga murah kepada penduduk yang secara ekonomi sedang
dalam masa kesulitan akibat kekeringan, sebaliknya ketika prilaku individu yang
tercipta menghalalkan konsentrasi kepada kepentingan individu saja maka menjadi
sesuatu yang wajar menciptakan tarif tinggi karna masanya saat itu permintaaan
sedang besar (sesuai hukum pasar).
Mari Berjuang!
Kita
telah mendapati kesimpulan, bahwa prilaku kapitalis sejatinya sudah ada sejak
zaman dahulu dan lebih jelas kita lihat dalam kisah sahabat Utsman bin Affan
R.a. Konteks zaman kekinian prilaku tersebut tersistematis menjadi bungkusan
ilmu pengetahuan yang selanjutnya termanifestasi dalam sebuah sistem. Saat ini
produknya telah kita dapati, ketika keran globalisasi terbuka lebar sebagai
bagian agenda untuk memperlancar keran eksploitasi negara-negara dengan pemilik
modal dari sekelompok negara maju. Distribusi kekayaan akhirnya mengalir dari negara
miskin kepada negara maju. Pada akhirnya kita tidak melihat sebuah kesejahtraan
bagi mahluk bumi keseluruhan melainkan sekelompok orang kaya pada negara miskin
dan kemakmuran bagi negara-negara maju melalui alat swastanya. Ketimpangan
ekonomipun melebar dengan angka penguasaan setengah kekayaan bumi oleh sangat
sedikit manusia.
Maka
langkah kecil namun sangat kontributif jika menjadi gerakan nasional bahkan
global menjadi salah satu solusi untuk memecahkan permasalahan ini. Pada Wakaf
pemanfaatan kekayaan berpindah dari individu atau sekelompok menjadi
kepentingan banyak orang. Sama halnya seperti wakaf sumur Utsman bin Affan,
bahkan kondisinya kekal hingga sekarang. Mari kita bertekad tumbuhkan wakaf
untuk beragam asset publik agar pemanfaatannya bisa dijangkau masyarakat
ekonomi bawah, tumbuhkan wakaf untuk akses pendanaan usaha mikro, ataupun Wakaf
dalam bentuk hutan, agar tidak melulu tergurus oleh badai kepentingan
kapitalis. Hal demikian bukanlah utopis belaka, karna faktanya ini telah
konkrit terjadi pada realitas sejarah. Semoga Allah kuatkan kita untuk
membangun kejayaan wakaf! Aamiin.
Dipublikasikan oleh media sharia news : https://sharianews.com/posts/belajar-dari-wakaf-sumur-utsman-bin-affan-ra
Komentar
Posting Komentar