Dalam guratan peristiwa, kita tengok betapa air mata bercucur basah. Negri ini sudah banjir penderitaan, tapi dirasa telinga memang jauh dari rintih si miskin. Tatapan mata memandang tidak apa adanya, rasanya kita sudah habis naluri nasib sepenanggungan. Padahal bercorak tengger kalimat demi kalimat, angka demi angka, tentang kebobrobkan negri kita. Peta kemiskinan tak lihat betapa banyak jumlahnya, termanipulasi dalam batasan kemiskinan ala pemerintah. Tengok kanan, tengok jauh ke kanan. Si kecil meratap senyum dibalik kaca bening restoran mewah milik rakyat kota. Ia hanya tersenyum! Menelan ludah dan tak mampu senyapkan bunyi kerocong di perut. Perkasa bertubuh lemah pun demikian, ia membukti hebat dihadapan anak, tapi rapuh selangkah demi selangkah, merangkak hemat sambil memikul beban sampah, dalam ingatannya, dalam kalbunya, dalam ...