Kehidupan kampus adalah idaman.
Ternantikan jutaan orang untuk bisa mengenyam indahnya berinteraksi dengan
banyak orang bervisi besar. Dalam kampus kita belajar kehidupan miniatur, demi
mempersiapkan raga dan jiwa untuk siap mengemban amanah besar di masyarakat.
Kitalah yang ternantikan banyak orang, aksinya ditunggu segenap rakyat petani,
masyarakat kecil, pedagang kaki lima, untuk membawa perubahan negri. Penuh
harap mahasiswa mampu menyajikan kopi hangat kesejahteraan negri agar
kekayaannya tak dirauk kepentingan si rakus politikus. Dari kampus pula, kita
belajar mengenal diri, daya potensi, menyusun visi, berelasi dan menggapai asa
perlahan demi perlahan. Kita menyusun anak tangga impian, step besarnya banyak
di mulai ketika kita menjadi mahasiswa. Tapi tak boleh pula kita lupa bahwa
anak tangga perlu disusun oleh bahan bambu atau kayu yang kuat tegar dan tak
gampang goyah. Ia tidak boleh asal disusun hanya demi melengkapi agar anak
tangga sempurna dan kita mampu menggapai asa dengan segera, namun ternyata
belum sampai ke puncak kita terjatuh karna anak tangga rapuh, tak kuat
menopang. Seperti itu pula menjadi mahasiswa. Kita takboleh asal menempa diri,
masukan input otak dengan ‘bahan’ yang tidak baik, berteman karib pada mereka
yang justru merusak secara langsung atau perlahan. Walhasil step kehidupan
terbentuk dengan bahan yang rapuh karna dasar yang kuat tak kita dapatkan, kita
pun gampang goyah dan akhirnya rentan terjatuh.
Mantap kaki ku tancap di kampus
impian, kala itu sekitar bulan juli 2017. Usai pamitan dan minta restu orang tua,
ku resap rona harap orangtua dan ku genggam untuk alirkan menjadi visi masa
kampus dan masa depan. Ku mantapkan bahwa aku ingin mereka bahagia. Segenap
do’a ku uraikan, step menata anak tangga di kampus impian ku mulai dengan
berdo’a bahwa aku ingin memiliki teman-teman shalih yang bisa membersamaiku.
Aku fikir terkabul do’a dengan jawaban dipertemukan ku dengan kawan-kawan aktivis
dakwah yang tergabung dengan wadah syiar IPB. Padahal jika boleh beropsi besar
keinginan ku banyak saat itu, entah nama ‘wadah syiar’ yang menjadi keluar
untuk menjadi jalan ninjaku. Berisi manusia-manusia visioner, aku katakan
mereka visioner karna syurga yang menjadi final
destinationnya. Banyak berbeda mungkin dengan orang kebanyakan, ciri
khasnya dapet, mereka yang umumnya pakai celana bahan, berjanggut tipis dan
berwajah cerah,hehe. Berjumpa dengan mereka memantapkan kesan untuk aku
istiqamah membersamainya hingga kini menginjak tingkat 3. Lantas apa yang
membuat ku bertahan ? coba kita nikmati kopi perjalanannya yaa, hangatnya
terasa untuk kita petik hikmah pelajaran. Wadah Syiar adalah anak tangga yang
kususun untuk menggapai asa, karna bagiku ia adalah bahan yang kuat. Hikmah
membersamainya siap ku input menjadi step hebat perjalanan panjang ku di kampung
sementara (bumi).
Kawan-kawan coba kita perhatikan, betapa hebat
kampus kita ini dengan singkatan Institut Pesantren Bogornya. Ku yakin nama itu
tidak sembarangan terlampir begitu saja, bagaimana tidak ? sedikit memasuk
gedung kembar itu (CCR) kita dengarkan alunan tilawah Indah dari berbagai
kelas. Setiap kelas pada umumnya memiliki struktur rohis (Rohani Islam) yang
agendanya kreatif untuk mewarnai nuansa kondusif kelas. Dalam satu-kesatuan
rohis PPKU ada lembaga syiar yang menaungi pula, dikenal IKMP (Ikatan Keluarga
Muslim PPKU), begitu pun pasca PPKU. Departemen pula memiliki struktur rohis
pada umumnya, dan tiap Rohis Departemen terwadahi LDF (Lembaga Dakwah Fakultas). Tiap
LDF terkoordinasi dengan BKIM sebagai unit dakwah lingkup kampus. Tidak hanya
itu, ada pula asrama dengan demushnya (Dewan Mushola) asrama, tiap demush
asrama pun terwadahi dengan satu ikatan FSDMA (Forum Silaturahim Dewan Mushola
Asrama). Tentang Asrama adalah ciri khas IPB untuk mahasiswa tingkat
pertamanya, yang diwajibkan ‘mondok’ 1 tahun untuk belajar bermasyarakat. Belum kita berbicara wilayah ikatan komunitas
keagamaan muslim seperti IMM (Ikatan Muslim Muhammadiyah), ada pula KMNU
(keluarga Muslim Nahdlatul Ulama), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia) dan yang banyak pula HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dengan cabangnya
di tiap masing-masing Fakultas. Bagaimana lingkup masjidnya ? ada 5 lembaga
yang tegak berdiri dengan sasaran dakwahnya masing-masing , kita mengenal LPQ
AL Hurriyyah yang punya focus membumikan nilai Qur’an di kampus pertanian, ada
pula Birena Al Hurriyyah dengan binaan adik-adik dan remaja lingkar kampus,
yang terbaru AH Care melalui focus pemberdayaan masyarakat lingkar kampus,
serta PUSAKA melalui kajian-kajian kerennya yang siap mencharge ruhiyah kita. Terdabest ISC AL Hurriyyah, tangannya panjang
menanungi mahasiswa muslim yang mau mengakselerasi dirinya menjadi pribadi
lebih baik dengan wadah pembinaan Mentoring,
jargonnya asik “yuk mentoring !”.
Warna warni syiar memberikan pesona lingkungan yang adem di IPB, sedikit kita
berjalan tak jarang kita melihat perempuan berjilbab panjang nan lebar atau
yang menutup dada, dan banyak pula yang modern sekadar tertutup kepala. Patut
kita syukuri bahwa ghirah memperjuangkan dakwah artinya besar di kampus ini,
banyak mereka yang hijrah dan terpanggil hatinya lantaran lingkungan ‘santri’
memaksanya untuk berubah menjadi lebih baik. Pertanyaannya adalah dimana kah
anak tangga ku ?
Pelbagai wadah syiar kita jumpai,
semangat membumikan nilai Islam di pesona kampus pertanian menjadi pertanda
bangkitnya ummat. Bersyukurnya aku termasuk menjadi bagiannya, atas jawaban
do’a Allah takdirkan aku untuk bergabung bersama LDK Al Hurriyyah selama 2
tahun, aktif pula membumikan nilai Islam di asrama pada tingkat pertama dengan
Dewan Mushola Asrama, momentum syiar kelas juga aku membersamai Rohis Kelas
PPKU, dan sampai saat ini aku pula aktif di Rohis Departemen, pasca LDK Al
Hurriyyah kini aku bersama aktivis lainnya tergabung dalam BKIM (Badan
Kerohanian Islam Mahasiswa) IPB. Bersama mereka tertanam sebuah pesan bahwa
Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh manusia menjadi keharusan untuk membagi
rasanya kepada setiap teman. Indahnya Islam yang mampu mengubah paradigma
kehidupan, merubah kepribadian, seperti apa yang telah Rasulullah perjuangkan
dahulu tatkala kebiadaban menghampiri center ibadah haji muslim kini, Mekkah,
Jahiliyah merajalela, begitu bengisnya kebodohan mengakarkuat menjadi
kebudayaan. Islampun datang melalui utusannya rasulullah SAW. Kurun waktu
singkat Allah jadikan kota ‘jahiliyah’ tersebut menjadi center peradaban. Kalau
bahasa murobbinya luasnya syurga
jangan kita nikmati sendirian uhuuw.
Kurun waktu 2 tahun bersama LDK Al
Hurriyyah apa yang aku dapatkan ? menjawab ini aku senyum terkesan, karna tidak
percaya bahwa nyatanya orang baik itu
banyak aku temukan. Paradigma kolot tentang lembaga dakwah tersebar mungkin
karna mereka belum merasakan. Bayangkan HP mu yang bordering tatkala sebuah
pesan mengingatkan “sudah tilawah belum ? kalau belum hayuk semangat lanjutkan,
jangan kasih kendor ya!!” kurang lebih seperti itu narasinya. Indah bukan ?
satu hal yang jarang kita temukan, mengingatkan tentang amal yang kurang,
orientasi masa depan bahwa hidup kita sudah terlarut banyak dalam kesibukan
dunia. Aku berkata bahwa meraka adalah tempat aku merecharge iman, ada tips yang diberikan mempertebal iman bisa kita
lakukan dengan membentengi diri dengan lingkungan pertemanan yang mampu menjaga
kita agar tetap konsisten dengan amal. Benar saja bukan ? ku rasa sangat tepat
bahwa memperkokoh anak tangga dengan berjuang membesamai mereka. Satu lain hal
yang kudapatkan adalah peruncingan keikhlasan. Teman-teman bukan lagi sebuah
rahasia bahwa beraktivitas organisasi pastilah butuh pengorbanan, entah waktu,
tenaga atau fikiran. Dan aku tidak bisa membayangkan betapa kerugiannya ketika
apa yang telah kita habiskan, korbankan berujung sia-sia belaka. Kegiatan yang
sepi peminat, padahal effort perjuangan
bukan main, pada akhirnya konflik internal saling menuduh kinerja yang tidak
maksimal. Dari sana sedikit aku memberi kesan, bahwa syiar tak mengenal
demikian, jalan ikhlas adalah manifestasi dari penikmatan akan proses
perjuangan. Bahwa tak berujung kesia-siaan atas setiap usaha yang dijalankan
dengan keikhlasan. Dan kata itu adalah reminder keseharian untuk mengingatkan
kita kembali tentang tujuan akhir kehidupan. Ikhlas yang terdefinisi bahwa tak
ada yang kita inginkan kecuali rihdo Allah subhanahu wa ta’ala. Asal dimulai
dengan ikhlas, berjalan dengan ihsan dalam setiap proses amal, kita serahkan
kepada Allah atas setiap titik akhir perjuangan. Asahan itu penting sekali
dalam roda kehidupan, susunan anak tangga kita perlu kuat dengan menajamkan
ikhlas dalam perjalanan perjuangan hidup. Karna kita tidak pernah tahu hantaman
apa yang akan menimpa kita. Tapi jika prinsip ikhlas telah melekat di hati, tak
ada yang kita sesali karna Ridho Allah lah yang hanya kita cari. Kesan itulah
yang diperjuangkan untuk dititipkan dalam setiap aktivits dakwah dalam
mengemban amanah dan menajalani roda kehidupan.
Tak ku sangka pula teman-teman, dari
syiar ku banyak mengenal dan merangkap berbagai lintas pengetahuan. Seakan aku
diberi haus, bahwa ini adalah pantikan untuk aku berkembang lebih dan mencari
sebanyak bekal di fase kampus. Romansa syiar telah mencambuk setiap penghuninya
untuk berkembang lebih, lebih dan lebih baik. Malu rasanya title aktivis dakwah
berjalan lamban dalam berprogress, tidak teladan, dan mendiam potensi. Kini
tataan anak tangga ku belum seberapa, namun ku yakin sehasta demi sehasta aku
penuhi untuk mencapai wujud impian. Kurangkum visi, dan kusisipkan aktivitas
syiar sebagai memori dan langkah perjuangan yang harus ku kenang. Ia sangat
kuat untuk menjadikan pribadinya bermental besar dan berjiwa lembut. Ia adalah
bentuk penyadaran tentang makna kehidupan bahwa Allahu Ghayatuna haruslah sebenarnya tujuan. Agar sibuknya hidup
tak salah menaruh arah dan tak sia pada akhir kehidupan ketika hisab
mempertanyakan tentang umur kita untuk apa kita habiskan.
Atas sajian kopi cerita masa kampus,
izinkan aku menyelipkan syukur mendalam dengan satu paragraph tulisan atas
kontribusi besar beasiswa ku selama dua tahun yakni Rumah Kepemimpinan. Jika
Wadah Syiar adalah susunan kokoh anak tangga impian ku, maka Rumah Kepemimpinan
adalah kerangka teguh anak tangga ku. Seyakinnya diriku bahwa beasiswa ini
memanglah bukan sebuah pertaruhan beasiswa formalitas dari sebuah lembaga.
Tatkala hadirnya perdana kami dalam asrama, di pukullah kami dengan sebuah
kalimat perjuangan dari seseorang “Perlu
diingat, bahwa Rumah Kepemimpinan dibangun atas perjuangan, penuh darah dan
nanah, Uang yang mengalir dalam darah kalian, bukanlah uang biasa, ialah uang
rakyat yang tergumpal berbagai harap didalamnya, pertanggungjawabkan !”Kurang
lebih seperti itu ucapnya. Ku sadari, bahwa aku tidak boleh main-main. Waktu
berjalan perlahan demi perlahan atas lingkungan RK membentuk pola tatanan nilai
dan visi diri. Hingga pada akhirnya aku menemukan benang merah hikmah mendalam
atas perjalanan 2 tahun Rumah Kepemimpinan. Ia adalah Kesadaran. Terangkum
dalam beragam pembinaan, aktivitas harian, dan lingkungan. Dari Rumah
Kepemimpinan pula aku mendapatkan suntikan kekuatan untuk terus bergerak, agar
istiqamah menata anak tangga pada fase mahasiswa. Hingga bertemulah aku dengan
beragam wadah syiar, yang juga menjadi poin jati diri sebagai anak RK yakni
Aktivis Pergerakan. Beragam landasan filosofis banyak tertanam dalam pemikiran,
jujur akupun merasakan perubahannya, seperti halnya sebuah cita dari para leluhur
RK, agar ROOM-PK menjadi nilai unggul para binaannya.
Sekian rangkuman cerita ku, tentang fase anak tangga
di kampus impian, aku memilih wadah syiar sebagai jalan perjuangan, karna ku
rasakan betapa ‘kuat’ tempaannya untuk kita menyusun anak tangga mencapai asa
besar. Semoga Allah ridhoi segala aktivitas kita . Aamiin.
Komentar
Posting Komentar