Waktu berjalan, keresahan
terakumulasi dalam benak sebagian pribumi. Dalam rantai penjagaan Belanda yang
ketat, untuk melirik siapa yang hendak melawan kekuasaan negri, lahirlah
seorang tokoh ‘radikal’ pada masanya bernama HOC Cokroaminoto. Beliau adalah
satu diantara banyak pribumi yang resah dan siap bertindak menjemput hak hakiki
kemerdekaan. Iya dia adalah radikalis karna sikap dan tindakannya jelas
menentang pemerintahan berkuasa kompeni Belanda. Kezaliman penjajahan
meruntuhkan ego takut dalam diri. Dengan suara khasnya Cokroaminoto berkoar
sana-sini menyuarakan kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Asas nilai yang
jelas menjadi garis merah Belanda. Apa yang dilakukan HOS Cokroaminoto ?
Menyadarkan, mendidik, menggerakan, dan menularkan visi kemerdekaan kepada
banyak-banyak rakyat pribumi hingga sekelompok kecil pemuda yang kelak menjadi
promotor penggerak besar kemerdekaan dengan jalannya masing-masing.
HOS Cokroaminoto dikenal sebagai
guru pemimpin bangsa, singa podium, ratu adil dan berbagai gelar atas torehan
perjuangannya. Terkenal dalam menggerakan massa yang begitu banyak untuk
bersatu dalam bendera naungan organisasi Sarekat Islam. 2 juta lebih terhitung kurang
lebih jumlah anggotanya. Masa hidupnya habis memikirkan cara, mengotakatik
strategi melalui wadah besar Sarekat Islam. Terkenal sebuah quotes sebagai
gambaran jalan ninjanya “setinggi-tinggi
ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat”. Bahwa ilmu ia tempuh
sebagai bahan kontruksi pola pikirnya, mengongkritkan keresahannya, menjalin
relasi untuk menggandeng visi. Bahwa tauhid menjadi asas terdasar, tidaklah
terbangun keadilan tanpa petunjuk sang maha kuasa, keyakinan bahwasnya Allah
berpihak pada yang benar, keyakinan bahwa yang putih perlu ditegakkan, maka
kemurnian tauhid menjadi landasan agar hidup benar menaruh arah jalan
perjuangan. Dan bahwa siasat, strategi perlu menjadi kemampuan, karna yang
hitam begitu rapih terorganisir, sebagaimana sahabat Ali r.a mengatakan “kejahatan yang terorganisir akan
mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”. Beliau pula guru bangsa yang
dikenal memiliki anak emas yang kelak membawa dinamika besar arah perjalanan
bangsa Indonesia. Kita mengenal Sukarno tokoh nasionalis penggerak kemerdekaan,
kita pula mengenal Muso, komunisme menjadi landasan ideologinya untuk
membebaskan negri, kita juga mengenal Daulah Islamiyah yang digagas
Kartosuwiryo , cita Negara Islam Indonesia menjadi impian Indonesaia kedepan
baginya. Nama besar tersebut anak didiknya dalam sebuah indekos miliknya.
Pewarisan keresahan, semangat kemerdekaan, dan ilmu membuat 3 nama besar
tersebut terbakar semangat, meletus visi untuk ikut sama-sama bergerak.
Bagi HOS Cokroaminoto, menjadi manusia
pembelajar itu sangat penting, ia terbuka dengan berbagai jalan pemikiran, tak
lupa ikhtiar mencari benang merah kebaikan yang sinergis dengan asas keislaman.
Maka kita mengenal Cokroaminoto adalah seorang sosialis, gagasannya ia taruh
dalam arah gerak organisasinya. Intisari sosialis mengajarkan asas persamaan
dan persaudaraan, dimana yang tinggi tidak berhak menindas yang rendah, semua
sama di mata manusia. Baginya sosialisme sejalan dengan visi keislaman,
sebagaimana Islam tidak menginginkan penzaliman terhadap yang lemah,
penyamarataan harta dengan istrumen-instrumennya seperti Ziswaf (Zakat, Infaq,
Shadaqah, dan Wakaf). Menjadi seorang pembelajar, maka telinga harus terbuka
ringan, dan mata harus melihat berbagai potensi setiap insan, bahwa
pembelajaran tak hanya kita dapatkan dari seorang professor, guru, ataupun
ulama. Penting menjadi pembelajar, maka penting pula menjadi seorang pengajar,
ilmu yang kita miliki akan layu dan kropos tatkala asahan kita hentikan. Asahan
itu adalah transfer pengetahuan, maka recharge
wawasan teringat kembali dan semaakin menghayati untuk bisa kita amalkan
senantiasa.
Berlatar seorang jurnalis, juga
seorang orator ulung. HOS Cokroaminoto mengajarkan muridnya tentang apa itu
pemimpin besar. “Berbicaralah layaknya
orator ulung, menulislah layaknya seorang jurnalis” pernyataan tegasnya
tentang khas seorang pemimpin. Mindset positif
memberikan warna yang baik bagi hidup seseorang, Islampun mengajarkan kita
berlaku positif baik dari prasangka, sikap ataupun tindakan. Cokroaminoto
mengajarkan demikian, agar mental keras tertanam sebagai seorang pembawa
perubahan. Potensi tergali untuk mengencangkan kapasitas mengembangkan sumber
daya diri menjadi manusia yang punya harapan, cita, dan visi.
Dalam derajat kesempurnaan untuk sama merasakan
penderitaan rakyat, ia tanggalkan gelar bangsawan atas nama asas persamaan.
Kala itu Belanda memang sadis, memberikan hak lebih kepada anak-anak bangsawan,
dan menjepit rakyat biasa dengan ala kadar ‘kesejahtraan’.
Menarik garis lurus kepada masa depan, terhadap HOS
Cokroaminoto kita dapatkan pelajaran. Perjuangannya tidak hanya menyentuh
‘kemerdekaan’ secara deklarasi. Lebih dari itu, visinya mengharap sebuah
kemerdekaan pendidikan, kesejahtraan dan lepas dari berbagai belenggu
penjajahan. Jika kita tanyakan kabar visi itu ? kita nyatakan bahwa masih
hangat sekali, kemerdekaan pendidikan belum terwujud untuk sama di rasakan
seluruh masyarakat Indonesia. Mahalnya pendidikan, amburadul akses dan
fasilitas, kurangnya kesejahtraan guru dan berbagai macam problemtika lainnya.
Bagaimana dengan kesejahtraan ? coba saja kita tengok berapa juta rakyat miskin
? Berapa juta rakyat gelandangan ?. Dan bagaimana dengan belenggu penjajahan ?
nyatanya hanya berbeda nama dengan zaman Cokroaminoto dulu, jika dulu
dihadapkan pada penjajahan kolonialisme , maka sekarang kita dihadapkan dengan
penjajahan ekonomi dan teknologi. Coba tengok berapa hutang Indonesia ?
bagaimana nasib koperasi sebagai basis kekuatan ekonomi rakyat ? Pembangun
impor yang jelas hanya untung dicari tumbuh subur menguasai sumberdaya negri,
sementara sebagian besar rakyat hanya menjadi fasilitas menjemput kekayaan
aseng. Teknologipun semakin merajai, dominasinya menghalau budaya kerja keras
dan gotong royong, rebah dalam kasur empuk, lepas misi membangun negri yang ada
kesenangan diri pribadi. Teknlogi mewarnai sikap, prilaku dan tindakan, campur
kebudayaan , hilang fertilisasi, hingga sedikit demi sedikit wajah manis
masyarakat Indonesia tak beda dengan penajajah dulu. Senang mengejar kaya,
memperkaya diri, memupuk egoisme dengan landasan “yang penting aku senang”.
Maka sangat baik sekali jika kita berkaca dalam, dan
mengambil benang merah perjuangan Cokroaminoto dulu dengan konteks kehidupan
sekarang. Kita butuh rakyat pejuang, yang tak henti menggapai visi kemerdekaan
hakiki. Budak dunia terlalu banyak merajai, visinya hanya satu “kesenangan
diri”. Kita yang sadar, perlu bergegas mengambil hikmah, mengamalkan gagasan
dan semangat membangun bangsa. Sebagaimana pesan HOS Cokroaminoto, pegang kuat
ilmu, murnikan tauhid, dan pandaikan siasat. Semoga Allah ridhoi kita menjadi
manusia yang berada dalam garda etalase pejuang. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar